Senin, 27 April 2020

Produk Kerajinan Teknik Batik

Kabid Dikdas
Bangsa Indonesia telah menggunakan produk batik sebagai alat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, mulai pakaian hingga kebutuhan ritual budaya. Dalam sejarahnya, secara magis, pemilihan teknik rintang warna (resist dyeing) pada batik ditujukan untuk mengundang keterlibatan roh pelindung guna menolak pengaruh roh jahat. Sejak dahulu pula masyarakat Indonesia telah mengenal kain jumputan atau ikat pelangi atau sasirangan atau ikat celup (tie dye). Dalam perkembangannya, batik menjadi kegiatan berkarya dengan teknik yang sama, yaitu merintang kain. Teknik membatik merupakan media yang dapat mempresentasikan bentuk yang lebih lentur, rinci, rajin, tetapi juga mudah. Teknik batik tepat untuk mempresentasikan bentuk-bentuk flora, fauna, serta sifat-sifat bentuk rumit lainnya.

Ragam hias batik merupakan ekspresi yang menyatakan keadaan diri dan lingkungan penciptanya. Ragam hias diciptakan atas dasar imajinasi perorangan ataupun kelompok sehingga hampir secara keseluruhan ragam hias batik dapat menceritakan tujuan atau harapan perorangan atau kelompok tadi. Berdasarkan perkembangannya, ragam hias batik sangat dipengaruhi oleh budaya luar sehingga dihasilkan corak batik yang beraneka ragam.

Berdasarkan wilayah penyebaran motif pada kain batik dan dilihat juga dari periode perkembangan batik di Indonesia, batik dapat dibagi menjadi dua: batik pedalaman atau sering disebut dengan klasik dan batik pesisir. Kedua istilah batik ini tidak hanya berlaku pada masa dahulu kala saja, tetapi tetap berlangsung hingga saat ini. Pembeda kedua istilah batik ini terdapat pada cara pembuatannya dan motif atau corak yang ada pada kain batik tersebut.

Batik Pedalaman (Klasik)
Batik pedalaman adalah pengategorian batik yang berkembang di masa lalu. Dahulu pembatik hanya ditemui di daerah-daerah pedalaman. Pada masa kejayaan kerajaan di Indonesia seperti Majapahit, batik hanya ditemui di kalangan raja-raja dan petinggi kraton yang boleh mengenakan kain batik. Batik kraton adalah batik yang tumbuh dan berkembang di atas dasar-dasar filsafat kebudayaan Jawa yang mengacu pada nilai-nilai spiritual dan terdapat harmonisasi antara alam semesta yang tertib, serasi dan seimbang.

Para pembatik kraton membuat batik dengan cara yang tidak biasa, yaitu menggunakan banyak proses dan ritual pembatikan. Para pembatik kraton ibarat ibadah, suatu seni tinggi yang patuh pada aturan serta arahan arsitokrat Jawa. Istilah-istilah batik pun mulai dikenal sejak zaman ini dan hampir semuanya menggunakan istilah dalam bahasa Jawa. Ragam hias diciptakan bernuansa kontemplatif, tertib, simetris, bertata warna terbatas, seperti hitam, biru tua (wedelan), dan cokelat (soga). Ragam hias ini memiliki makna simbolik yang beragam. Maka batik dikenal masyarakat sebagai kebudayaan nenek moyang dari daerah Jawa. Oleh sebab itu, batik pedalaman sering disebut juga sebagai batik klasik, hal ini sesuai dengan beberapa alasan di atas.

Batik Pesisir
Batik pesisir adalah batik yang berkembang di masyarakat yang tinggal di luar benteng kraton. Sebagai akibat dari pengaruh budaya daerah di luar Pulau Jawa juga adanya pengaruh budaya asing seperti Cina dan India serta agama Hindu dan Buddha. Para pembatik daerah pesisir merupakan rakyat jelata yang membatik sebagai pekerjaan sambilan yang sangat bebas aturan, tanpa patokan teknis dan religio-magis. Oleh sebab itu ragam hias yang diciptakan cenderung bebas, spontan, dan kasar dibandingkan dengan batik kraton.

Para pembatik pesisir lebih menyukai cara-cara yang dapat mengeksplorasi batik seluas-luasnya. Pada batik pesisir banyak ditemui warna-warna yang tidak pernah dijumpai pada batik pedalaman/klasik. Warna-warna yang digunakan mengikuti selera masyarakat luas yang bersifat dinamis, seperti merah, biru, hijau, kuning, bahkan ada pula yang oranye, ungu, dan warna-warna muda lainnya. Tentunya setiap motif memiliki makna sesuai dengan budaya setiap daerah. Di bawah ini ditampilkan beberapa motif dengan makna simboliknya.
  1. Motif trumtum (motif pedalaman), merupakan lambang cinta kasih yang tulus tanpa syarat, abadi, dan makin lama makin terasa subur berkembang (tumaruntum).
  2. Motif batik Udan Liris ini terdiri dari tujuh motif batik yang disusun menjadi bentuk lereng. Hal ini diartikan sebagai pengharapan agar yang mengenakan dapat selamat, sejahtera, tabah, berprakasa dalam menunaikan kewajiban demi kepentingan nusa dan bangsa.
  3. Motif Semen Rante. Dalam motif ini, gambar rantai dipadukan dengan bunga kantil. Bunga tersebut terkenal sebagai simbol panjang umur. Biasanya kain batik bermotif Semen Rante dijadikan bingkisan lamaran supaya hubungan kedua calon mempelai semakin erat.
  4. Motif Sidomulyo. Sido dalam bahasa Jawa berarti ‘jadi’, sedangkan mulyo berarti mulia. Singkatnya, pola Sidomulyo mengandung harapan untuk memperoleh kebahagiaan dan ketenteraman dari Tuhan. 
  5. Motif Barong Seling Nitik yang merupakan pola pengembangan. Nitik diselingkan dengan pola parang barong yang merupakan pola larangan. Dua warna dan bentuk yang kontras menjadi perpaduan indah. Melambangkan keberagaman yang bersanding, bersatu, menjadi kekuatan, dan keindahan. 
  6. Motif Semen Sidomukti. Sido artinya menjadi, dan mukti berarti mulia. Motif batik ini melambangkan harapan hidup dalam kecukupan dan bahagia lahir batin dunia akhirat. Pola batik ini umumnya dikenakan oleh pasangan pengantin pada upacara ijab kabul dan panggih.
  7. Motif Gringsing Sudara Werti. Gringsing berasal dari kata gering (sakit), dan sing yang artinya tidak. Artinya, motif batik ini melambangkan harapan agar tidak sakit, atau selalu sehat, baik fisik maupun mentalnya. Dihiasi (diceplok) oleh Sudarawerti, prajurit wanita perkasa yang mampu mengalahkan musuh yang mengganggu dalam cerita Wayang Menak. Secara umum, pola batik ini mengartikan harapan agar selalu sehat karena mampu mengusir musuh jiwa dan raga, atau pandai mengendalikan diri.
  8. Motif Semen Wahyu Tumurun menggambarkan harapan turunnya wahyu (anugerah), yaitu mendapat wahyu atau kejatuhan wahyu (kedunungan wahyu), dijauhkan dari segala godaan, rintangan, dan halangan.
  9. Motif Mega Mendung Cirebon sarat makna religius dan filosofi. Garis-garis gambarnya merupakan simbol perjalanan hidup manusia, dari lahir, anak-anak, remaja, dewasa hingga menemui akhir hayatnya. Rangkaian kehidupan, dari lahir sampai temui ajal ini merupakan simbol kebesaran Sang Ilahi. Selain perjalanan manusia, corak mega mendung juga melukiskan kepemimpinan yang mengayomi dan juga perlambang keluasan serta kesuburan.

1. Alat Produksi Batik
Peralatan batik terdiri dari berbagai macam, tetapi yang utama adalah kompor dan wajan serta canting
  • Canting Tulis. Canting adalah alat yang dipakai untuk memindahkan atau mengambil cairan. Canting terdiri dari canting tulis dan canting cap. Canting berfungsi semacam pena, yang diisi lilin malam cair sebagai tintanya. Canting tulis terdiri dari beberapa cucuk (lubang), ada yang terdiri dari satu dengan berbagai ukuran kecil, sedang, dan besar, selain itu juga ada yang memiliki dua cucuk dan tiga cucuk. 
  • Canting Cap adalah alat yang terbuat dari tembaga yang dibentuk sesuai dengan gambar atau motif yang dikehendaki. Motif pada cap cenderung pengulangan. Cap digunakan dengan maksud mengejar harga jual yang lebih murah dan waktu produksi yang lebih cepat. Membatik dengan cap harus dialasi dengan bahan berlapis-lapis yang berisi karung, spons, kain, dan plastik.
  • Spons digunakan untuk menampung air, agar alas dalam keadaan lembab, untuk mempercepat kekeringan malam saat dicap ke atas kain. Selain itu, dibutuhkan wajan malam tersendiri yang berukuran bulat dan lebar yang dapat menampung alat cap yang digunakan.
  • Kompor. Kompor adalah alat untuk membuat api untuk memanaskan lilin malam. Kompor yang biasa digunakan adalah kompor dengan bahan bakar minyak. Namun sekarang ini juga telah banyak digunakan kompor jenis listrik dan gas.
  • Wajan ialah perkakas yang digunakan untuk mencairkan malam. Wajan dibuat dari logam baja atau tanah liat. 
  • Alat lain yang digunakan dalam membatik di antaranya: dingklik atau kursi pendek, pemidangan atau gawangan (untuk membentangkan kain); bandul timah; pemberat kain, pola batik, ember, panci, dan wadah penampung limbah malam. alat lain.
 Bangsa Indonesia telah menggunakan produk batik sebagai alat memenuhi kebutuhan hidup seh Produk Kerajinan Teknik Batik
2). Bahan Produksi Batik
Bahan utama yang digunakan dalam membatik adalah kain katun putih, malam, dan zat pewarna sintetis atau herbal.
  • Kain Katun Putih/Mori. Kain katun putih yang biasa digunakan adalah kain primissima, kain prima, kain merses, kain sutra, dan katun doby. Kain katun lebih mudah menyerap zat warna dengan baik dibandingkan dengan kain jenis poliester.
  • Malam. Lilin yang biasa disebut malam ialah bahan yang dipergunakan untuk membatik. Sebelum digunakan, malam harus dicairkan terlebih dahulu dengan cara dipanaskan di atas kompor. Malam yang dipergunakan untuk membatik berbeda dengan malam atau lilin biasa. Malam untuk membatik bersifat cepat menyerap pada kain tidak mudah copot saat pencelupan, tetapi dapat dengan mudah lepas ketika proses pelorotan. Malam dalam proses pembuatan batik tulis berfungsi untuk merintang warna agar tidak masuk ke dalam serat kain di bagian yang tidak dikehendaki. Bagian yang akan diwarnai dibiarkan tidak ditutupi malam.
  • Zat Pewarna Batik. Pewarna batik terdapat dua jenis, yaitu pewarna sintetis dan pewarna herbal atau alami. Pewarna sintetis berbentuk bubuk, penggunaannya harus dilarutkan air terlebih dahulu. Pewarna sintetis untuk batik terdiri dari napthol, indigosol, reaktif, frozen, dan lain-lain. Pewarna herbal berbentuk padat yang direbus beberapa jam hingga menghasilkan ekstrak zat warna alamnya. Pewarna herbal di antaranya kayu secang, kulit manggis, daun indigo, dan jelawe.

3). Proses Pembuatan Batik
Dalam proses pembuatan batik, dikenal ada tiga teknik, yaitu teknik cap, teknik tulis serta teknik campuran cap dan tulis. Batik dengan teknik cap diperuntukkan dalam pembuatan batik dengan bentuk pengulangan motif. Motif yang dibuat diperhitungkan dengan ilmu ukur sehingga hasilnya akan sesuai dengan keinginan. Batik cap tidak memerlukan pola di atas kertas karena dengan menggunakan cap, perajin sudah mengetahui secara pasti pola yang akan dihasilkan.

Batik tulis dikerjakan dengan menggunakan canting dalam membentuk gambar awal pada permukaan kain. Bentuk gambar pada batik tulis tampak lebih luwes dengan ukuran garis motif yang relatif bisa lebih kecil dibandingkan dengan batik cap. Batik tulis dapat pula dibuat mengulang bentuk sehingga diperlukan pola yang dibuat pada kertas pola dengan ukuran sebesar kain. Gambar batik tulis bisa dilihat pada kedua sisi kain tampak lebih rata (tembus bolak-balik) khusus bagi batik tulis yang halus. Batik dengan teknik campuran cap dan tulis diperuntukkan untuk meningkatkan kuantitas produksi pesanan. Dengan demikian, pekerjaan menjadi lebih cepat dan mudah.

Proses pembuatan batik tulis terdiri dari berbagai versi sesuai kebiasaan dan kebutuhan perajin di setiap daerah. Istilah yang digunakan dalam pembatikan biasanya menggunakan istilah dalam bahasa Jawa. Proses pembatikan dapat diuraikan sebagai berikut.
  1. Nganji. Menganji adalah memberi kanji pada kain mori yang sudah bersih. Kegiatan pemberian kanji dapat dilakukan sesuai keinginan dan kebiasaan. Maksud dari menganji ini adalah untuk memudahkan menggambar motif batik dengan menggunakan lilin atau malam.
  2. Ngemplong. Pengemplongan dilakukan dengan maksud agar kain tidak terlalu kaku atau lemas. Penghalusan permukaan kain ini dengan jalan dipukul-pukul dengan alat pemukul dari kayu agar kain tidak kaku dan mudah menyerap malam dan warna.
  3. Nyungging. Membuat pola di atas kertas. Tidak semua orang bisa membuat motif batik, sehingga pola ini dibuat oleh spesialis pembuat pola batik.
  4. Njaplak. Menjiplak adalah pembuatan pola yang dilakukan dengan cara menduplikasi pola yang sudah ada. Penjiplakan dilakukan dalam rangka untuk memperbanyak desain motif ke atas kain yang akan dibuat batik.
  5. Nglowong. Ngelowong adalah proses pembuatan motif dasar dari gambaran batik. Kain mori digambari dengan motif batik yang dikehendaki, menggunakan alat yang dinamakan canting. Pada proses ini menggunakan bahan malam atau lilin yang mudak dikerok.
  6. Ngiseni. Memberi isian motif ke dalam pola besar.Ngiseni dengan mempergunakan canting cucuk kecil yang disebut sebagai canting isen.
  7. Nembok. Penutupan pada bagian-bagian tertentu dengan malam agar tetap berwarna putih saat dilorot. Cara menutupnya seperti cara membatik bagian lain dengan mempergunakan canting tembokan yang bercucuk besar.
  8. Nyolet. Memberi warna dengan kuas atau kayu dengan ujung spons. Misalnya, gambar bunga atau burung yang muncul di sana-sini.
  9. Nyelup/Ngelir. Proses mewarnai batik dengan cara mencelupkan kain yang telah dibatik. Ada dua jenis pewarnaan, yaitu pewarnaan dengan bahan kimia dan alami. Bahan kimia yang digunakan untuk pewarnaan antara lain merk remasol, naptol, dan indigosol. Untuk warna alami biasanya digunakan kunir untuk warna kuning dan daun jati muda untuk warna merah.
  10. Mopok. Memberi isian pada latar belakang pola.
  11. Nglorod. Membuang lilin/malam yang sudah tidak diperlukan lagi agar motif batik terlihat. Cara ngelorod dengan cara mencelupkan kain yang telah dibatik dengan air panas.
  12. Nanahi. Memberi isen dengan malam pada latar belakang pola.
  13. Selanjutnya dapat dilakukan pencelupan warna terakhir dan pelorotan.
Ternyata membuat batik tulis tidak semudah yang kita bayangkan. Pantas saja harga kain batik tulis lebih mahal dari pada kain batik cap atau sablon. Jika kain batik cap atau sablon hanya puluhan ribu rupiah, maka untuk kain batik tulis bisa ratusan ribu bahkan jutaan rupiah, tergantung dari kerumitan cara membuatnya.